Untitled Monument

Teks diambil dari sebuah meme yang pada saat karya ini selesai dibuat, baru disadari bahwa itu adalah kutipan Nietzsche. Ilustrasi dari meme tersebut berasal dari komik strip Amerika berjudul The Family Circus. Mulanya saya tertarik pada meme ini karena jukstaposisi ilustrasi yang manis dan bersahabat disandingkan dengan teks yang getir; all things are subject to interpretation, whichever interpretation prevails at any given time is a function of power and not truth.

Asosiasi saya kepada teks ini berkaitan dengan pengamatan personal tentang bagaimana dunia bekerja. Saya mendapati bahwa medan sosial seni rupa adalah sebuah subkultur turunan dari masyarakat luas sebagai ekosistem utamanya. Hidup di dalam masyarakat demokratis asal-asalan yang korup penuh mistranslasi, medan sosial seni pun tidak kebal terhadap malpraktek. Pada kenyataannya tiap-tiap spesimen seniman yang melakukan kerja intelektual sekaligus kemudian mawas diri akan keprofesiannya adalah sekumpulan minoritas jika dibandingkan dengan jumlah poser haha-hihi yang memamerkan -istilah Joan Miro- senseless junk, atau orang-orang bingung yang berpikir bahwa suatu tema tertentu secara otomatis membuat apa saja yang dibuatnya valid sebagai karya yang penting. Mengutip James Elkins “art criticism is massively produced, and massively ignored” akhirnya mekanisme produksi distribusi kerja seni yang meliputi adanya kaum bodoh banyak tingkah boleh maju naik panggung mendaku seniman adalah kenyataan hidup yang dominan. Semuanya teramplifikasi saat pasar memisahkan diri dari pengetahuan, dialektika, dan berdaulat penuh untuk menciptakan top listnya sendiri.

Teks Nietzsche saya tampilkan dengan typeface dan tata letak yang diinspirasi dari poster musik black metal. Saya melihat ini merupakan bahasa rupa yang menarik untuk mengungkapkan sebuah fenomena yang sekilas anomali dari keseharian tapi sebenarnya koheren dengan kehidupan yang paling awam sekalipun. Secara parsial subkultur memang punya tawaran antitesis dan sintesis dari nilai yang menjadi pakem masyarakat pada umumnya, tapi juga di saat bersamaan subkultur adalah wadah penyulingan terakhir di mana kesadaran kolektif masyarakat luas tentu saja bisa merembes ke dalamnya. Teks biru di atas permukaan putih sekedar mempertahankan langgam artistik keramik blue on white. Bentuk karya singular object ini terinspirasi dari prasasti batu, yang merupakan medium terbaik untuk merekam pesan penting untuk waktu yang sangat lama. Selain ingin menghadirkan keironisan yang saya tangkap dari pernyataan Nietzsche dengan membuat prasasti yang abadi sekaligus rapuh, keramik sendiri dipilih sebagai medium karena merupakan salah satu kebudayaan material tertua di dunia. Hal itu saya rasa cocok sebangun seruang dengan dugaan bahwa sejak awal peradaban manusia kekuasaan/kekuatan adalah substansi yang utama, kemudian mungkin kebenaran boleh dinegosiasi di bawahnya.

Bonggal J. Hutagalung
2019
64 x 48 x 31 cm
Keramik
Objek
Scroll to Top

Keterangan karya