Magnificent Set of Disposable Virtue

Saya percaya tidak ada ilmu yang ekslusif selama seseorang memiliki akses dan memang mampu mempelajarinya, terlebih jika dia menemukan kegembiraan dalam prosesnya. Dalam medan sosial seni yang penuh dengan mistranslasi dan malpraktek, pengertian seni terus menerus menggelembung hingga ke titik ekstrim dimana pelecehan intelektual bisa dirayakan sebagai salah satu bentuk kebebasan berekspresi. Walau dalam kengawuran yang berlangsung meriah ini teori dan kritik seni seakan dianggap sebagai barang tabu, bagi saya keduanya adalah alat yang masih sangat relevan untuk paling tidak merakit personal compass di dalam studio. Melalui proses belajar dan berkarya saya menemukan bahwa ternyata selain sebagai jiwa ketok, seni adalah isu sosial dan kebaruan
hanyalah perkara trivial yang tidak lebih penting dari mutu kekaryaan itu sendiri. Membaca lebih dekat lagi, sebenarnya banyak hal-hal menarik dari masa lampau yang sepertinya tidak diacuhkan. Kanon seni yang faalnya eksis untuk diuji dan dipertanyakan sebagai materi pembelajaran sudah biasa dibiarkan terbengkalai sementara artefak sampah leluasa hilir mudik beredar di galeri.

Menyadari fenomena sosial tersebut saya mempertanyakan arah pembentukan sejarah seni yang barangkali secara proaktif memvalidasi pawai orang-orang bingung. Dalam karya ini saya menghadirkan kembali poin-poin yang berasal dari berbagai zaman -baik dari dalam dan luar dunia seni rupa- dalam bahasa yang pesimis sekaligus realistis. Sebaik apapun stimulan kognisi yang saya racik hanyalah spesimen mungil yang merupakan minoritas berlapis dalam seni rupa kontemporer hari ini. Secara formal karya saya diinspirasi oleh wujud batu prasasti, yang menarik bagi saya karena media komunikasi ini dapat bertahan hingga puluhan generasi. Sebuah pendekatan jitu untuk mengkonservasi pesan yang dirasa penting. Saya juga mengapropriasi desain grafis yang saya temukan di internet untuk mengiringi teks yang saya bubuhkan dalam karya. Secara khusus, pemakaian langgam desain grafis dilatarbelakangi kekuatannya sebagai bahasa rupa yang paling lugas dalam menyampaikan pesan. Medium keramik menjadi pilihan terbaik untuk mengutarakan sesuatu yang timeless tapi juga rapuh, cocok untuk nilai-nilai yang saya hadirkan ulang di tengah status quo.

Dari kiri ke kanan:

29,5 x 19 x 34 cm, 31 x 35 x 32 cm, dan 29 x 22 x 35 cm

Bonggal J. Hutagalung
2019
Dimensi variatif
Keramik
Objek
Scroll to Top

Keterangan karya