Biografi Singkat
Biografi Singkat
Arkiv x Mulyana (Mang Moel)
ARKIV VILMANSA
Dengan berbagai patung, instalasi dan lukisannya, Arkiv Vilmansa mengambil acuan dari budaya populer global mulai dari karakter kartun, komik, mainan, hingga berbagai simbol dan elemennya. Warna-warna cerah, garis-garis tegas, dan bentuk-bentuk organik adalah ciri-ciri yang juga membawanya ke berbagai ranah pameran internasional, yang dimulainya dengan berbagai serial art toys, art prints dan lukisan. Ia giat terlibat dalam berbagai proyek kolaborasi dengan berbagai perusahaan dan merek nasional dan internasional. Dengan kebentukan yang bersih, Arkiv adalah seniman Indonesia pertama yang mewakili kawasan Asia Tenggara dalam kolaborasi dengan BAPE (Bathing Ape) dan Sesame Street.
Arkiv Vilmansa, yang lahir 1979, tinggal dan bekerja di Bandung. Pada karya-karya mutakhirnya, seraya mengolah tema biosfer laut, ia menguji seberapa jauh cat (paint) dan lukisan (painting) bisa bertimbal balik dalam kisaran arus pop.
Beberapa pameran solonya adalah, antara lain, Metaphor of Memories (2024) di Selasar Sunaryo Art Space, Bandung; Muted Moment: Within Walls (2022) di Streams Gallery, Hong Kong; Wounderland: A Wounded Wonder di Vins Gallery, Taipei; Silhouette (2020) di Vinyl on Vinyl Gallery, Manila; dan Come to Light (2017) di Element Art Space, Singapore.
Karya-karya Arkiv Vilmansa juga muncul di aneka pameran bersama, misalnya Wave 2023-24 (1924) di Lurf Museum, Tokyo; Pascamasa (2923) di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta dan di BAPE Gallery, Beijing; All Is Not What It Seems (2022) di Lorin Gallery, Los Angeles.
MULYANA alias MANG MOEL
Mulyana alias Mang Moel dikenal sebagai seniman yang menggubah karya-karya seni melalui media benang dan kain. Ia lulus dari Jurusan Pendidikan Seni Rupa di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, pada 2012. Pameran pertamanya yang bertajuk Mogus World pada tahun yang sama menentukan jalan kesenimanannya hingga kini. Ia kemudian hijrah ke Yogyakarta untuk mengembangkan kerja keseniannya secara lebih intens dan lebih luas. Meski pada mulanya ia hanya menggunakan bahan benang dan kain, belakangan ia memanfaatkan kerangka besi dan sistem modular dalam membangun karya. Monster Mogus kemudian berkembang menjadi ikon dan melahirkan monster-monster lain dan ekosistem mereka dalam komplek kekaryaan Mang Moel. Ia juga bukan hanya menciptakan objek-objek magis dari kehidupan bawah laut, tetapi sajian makanan, instalasi dan video sebagai alternatif.
Pada 2020 karya Mang Moel berjudul Diver(sea)ty yang menampilkan objek-objek laut dari rajutan benang, kawat, dakron dan bulu sintetis memenuhi ruangan pameran di Esplanade, Singapura. Begitu juga pameran bertajuk Modular Utopia di USC LA Fisher Museum, Los Angeles, Amerika Serikat, 2023, yang menghadirkan terumbu karang dari rajutan benang warna-warni. Warna-warna cemerlang mendominasi, meski sesekali ia menampilkan objek-objeknya dalam warna kelam sebagaimana pada Kosong di Distrik Seni X, Sarinah, Jakarta, 2022.
Karya-karya Mang Moel bukan hanya dipamerkan, tetapi juga dikoleksi dan dipesan oleh sejumlah museum dan penyelenggara pameran seni rupa. Misalnya, oleh Herbert F. Johnson Museum of Art di Cornell University dan The Textile Museum di George Washington University, keduanya Amerika Serikat. Juga, Mang Moel tampil secara khusus dalam tajuk Sea Remember atas pesanan ARTJOG 11, 2018.
Dalam sepuluh tahun terakhir, Mang Moel telah menjalani residensi sebanyak empat kali. Mulai dari Residensi Napas di Yogyakarta pada 2014 hingga di Cheongju Korean Design and Craft, Korea, 2021; dan Fukuoka Asian Art Museum, Jepang, 2022.
Karya Seni
Deskripsi Karya
Originating from the realms of subculture and pop art, Arkiv and Mulyana share similarities in their work, always staying ahead of its time. Initially, the Indonesian public found it challenging to view their creations as contemporary art. Despite these hurdles, both Arkiv and Mulyana have successfully built their careers, earning their places among the top Indonesian contemporary artists with global acclaim. As their careers evolved, both artists have sought new avenues to challenge and develop themselves through collaboration. Their latest series delves into the ocean’s wisdom and its marine life.
Mulyana concentrates on ecological preservation and the impact of modern lifestyles on the sea’s longevity, while Arkiv explores the mysteries of the deep sea and its inhabitants, both conceptually and visually. This collaboration highlights the rapid advancement of Indonesian Contemporary Art through artistic partnerships. It reveals not only a deeper understanding of the nation’s art history and contemporary growth but also a newfound confidence in exploring and interpreting the unknown.