Biografi Singkat

Biografi Singkat

agoes_koecink_soekamto_artsubs_indonesian_artist_contemporary

Agus ‘Koecink’ Sukamto

b. 1967
Tulungagung, Jawa Timur

Karya Agus “Koecink” Sukamto di ARTSUBS 2024 masih berkaitan dengan seni tradisi yang telah memberi tenaga bagi penciptaan karya-karyanya selama ini. Agus memberi perhatian besar kepada seni tradisi, semisal Ludruk, yang semakin tergerus perubahan sosial dan ekonomi, terutama di lingkungan masyarakat perkotaan.

Agus dilahirkan di Tulungagung, Jawa Timur, pada 31 Desember 1967. Ia menamatkan pendidikan tinggi di Jurusan Seni Murni Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya dan melanjutkan studi pascasarjana di Jurusan Pengkajian Seni, Institut Seni Indonesia Surakarta. Selain sebagai seniman, ia adalah juga pengajar di STKW dan Universitas Ciputra Surabaya.

Karya-karya Agus yang berupa lukisan, patung dan video dipamerkan dalam sejumlah gelaran tunggal. Misalnya, Oleh-Oleh dari Perancis I, di Pusat Kebudayaan Perancis Surabaya, 2010; Expressions of Love Between Indonesia and Australia di Byron Bay, Australia, 2005; Berbicara dengan Tanah di Galeri Surabaya, 2004; dan Engkau atau Aku yang Kalah di Pusat Kebudayaan Amerika, Surabaya, 1997. Sedangkan pameran bersama yang mengikutsertakan karya-karya Agus, antara lain, adalah CP Open Biennale di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, 2003; dan Le Biennale Jatim di Balai Pemuda, Surabaya, 2015. 

Agus “Koecink” Sukamto pernah menjadi seniman mukiman di Museum Sejarah Alam Rouen, Prancis. Ia juga telah beroleh sejumlah penghargaan, di antaranya, penghargaan sebagai Kreator Seni Rupa dari Gubernur Jawa Timur, 2018, dan Kesatria Seni dan Sastra dari Kementerian Kebudayaan Prancis pada 2021.

Karya Seni

Nasib pertunjukan ludruk serta kelanjutan hidup setelah gedung tempat nobong tergusur oleh pembangunan tata kota.

Agus 'Koecink' Sukamto
2024
140 x 180 cm
Akrilik, cat semprot, spidol di atas kanvas
Lukisan

Berawal dari riset selama 2 tahun tentang aktlvltas ludruk tobong Irama Budaya Surabaya dan Lukisan Kaca Tulungagung sebelum berakhir karena hilangnya ruang untuk beraktivitas dan tale kola yang berubah Jugs generasi penerus yang tidak berminat terhadap seni – seni lokal. Dua permasalahan yang terjadi menjadikan ide untuk memindahkan panggung ludruk dalam bentuk visual kedalam lukisan diatas kanvas dan lukisan kaca. Judul ” Serpihan-serpihan melayang ” menarasikan tentang bagaimana sebuah hasil kerJa budaya khususnya budaya yang berbasis pada lokalitas tergerus oleh kemajuan jaman yang terus bergerak dengan budaya-budaya barunya. Gambaran tentang cerita lokal baik yang ada di pertunjukan ludruk dan lukisan kaca semisal tentang Sarip Tambak Oso, Nyai Dasima, Sampek Engtay, Cak Durasim, Petruk dadi ratu, ojo adigung Adiguna, ojo dumeh dan sebagainya. Ketika hasil kerja budaya itu hanya menjadi sebuah refrensi yang sewaktu-waktu dibuka kembali tanpa mempunyai hak hidup dalam kemajuan sebuah kota maka tanpa terasa akhirnya hanya menjadi serpihan-­serpihan melayang yang menjadi sebuah kenangan bukan lagi menjadi ruang budaya yang dldalamnya memproduksi llmu pengetahuan tentang apa yang dilakonkan atau dilukiskan.

Agus 'Koecink' Sukamto
2024
25 x 36 cm
Cat Avian, tinta cina di atas kaca
Gambar
Scroll to Top