Eddi Prabandono

Karya-karya Eddi Prabandono hadir dalam skala besar. Ia menghadirkan kembali benda-benda temuan yang jamak: mobil, sepeda motor—lebih-lebih Vespa—sepeda, troli, skuter, piring, rambu jalan, atau molen. Dengan benda-benda itu ia kemudian mempermainkan persepsi penonton, terutama bagaimana reaksi mereka kita menikmati objek yang sama tetapi ditampilkan dalam media yang berbeda. Atau, ia menggoda penalaran penonton tentang kata dan representasinya dalam rupa, antara fiet dan piet, misalnya. Meski karya-karyanya meletupkan humor, bukan sekali dua, sampai pula kritik dan ironi yang tajam kepada kita.

“Karya seni itu bagus jika ia sederhana, tetapi mengandung pesan yang sampai kepada penonton. Bukan sebaliknya, indah-cerdas tetapi membingungkan,” kata Eddi, suatu kali.

Eddi Prabandono dilahirkan di Pati, Jawa Tengah, pada 8 Juli 1964. Ia menamatkan pendidikan seni rupa di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, pada 1992. Dua tahun kemudian ia menggelar pameran tunggal pertamanya Graphic Way di kampusnya. Selanjutnya sejumlah pameran tunggal, termasuk yang terkini adalah Konstelasi Benda-Benda di Semarang Gallery, 2022; dan After Party #3: Living the High Life di Gandaria City, Jakarta, 2020. Adapun pameran bersama yang pernah ia ikuti, antara lain, adalah After Duchamp: Bicycle Wheel di Ark Galerie, Jakarta, 2010; Strategic Presentation: Sculpture Luz, and Illusion di SIGIarts, Jakarta, 2009; Asoka di Rougheryet Gallery, Jepang, 2005; dan Watashi Wo Mite Kudasai di Maejima Art Center, Jepang, 2002.

Kepiawaiannya menggubah karya-karya seni yang semacam itu telah memberi peluang Eddi Prabandono untuk menjadi seniman mukiman di sejumlah kota di dunia. Misalnya, di Vermont Studio Center, di Amerika, 2010; Artist Coming Home-Artist Studio Program NAP di Awaji City Hyogo, Jepang, 2007; dan di Maejima Artist Studio Program, The Okinawa Bank, Jepang, 2002.

Pada 2012, Eddi Prabandono meraih penghargaan Tokoh Seni 2011 dari majalah Tempo.