Biografi Singkat
Biografi Singkat

Agus Ismoyo & Nia Filiam
Karya Agus Ismoyo dan Nia Fliam yang dipamerkan di ARTSUBS 2024 adalah instalasi kain dan video yang berisi sosok orang yang terlihat berjalan di lumpur. Sorotan video menembus susunan kain-kain transparan dan terlihat sebagian di tembok. Adapun tayangan video yang berkaitan dengan mitologi kematian dewa-dewi estetika dan cinta kasih ini terus berulang-ulang menempuh awal hingga akhirnya sampai pameran berakhir. Di bawahnya diletakkan wadah keramik yang berisi air dan ikan.
Agus adalah seniman keturunan pengusaha dan empu batik. Sementara Nia adalah praktisi tekstil dari Amerika Serikat yang kemudian belajar membuat batik tradisional di Yogyakarta. Mereka adalah pasangan yang sudah bekerja sama sejak 1985 dalam menggubah tekstil kontemporer di studio seni rupa batik mereka Brahma Tirta Sari di Yogyakarta. Karya mereka dikenal dengan tekstil seni rupa kontemporer yang rumit, bernuansa, dan berlapis-lapis. Sejak 1994 mereka telah mengeksplorasi dan bekerja sama dengan para seniman asal Mali, Australia, Nigeria, Asia, Amerika dan Eropa.
“Kami berupaya membaca teks visual batik tradisional Jawa yang merupakan ekspresi pengetahuan yang terkandung dalam warisan budaya batik dan mengekspresikannya dalam bentuk kontemporer. Kekayaan ini didasarkan pada hubungan mendalam dengan alam dan diwujudkan dalam ekologi artistik yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan segala bentuk kreativitas seni,” kata Agus dan Nia, suatu kali.
PERNYATAAN SENIMAN
MEMBACA BATIK CITRA GROMPOL
Karya ini menggambarkan dialog budaya yang terjalin melalui rasa keintiman dengan alam sekitar. Proses membatik dilakukan menggunakan bahan pewarna alami yang ditemukan di sekitar, seperti batang dan kulit pohon, kulit buah, daun, bunga, biji, dan kayu. Semua ini terjadi melalui siklus musim yang terus berputar, memberi kehidupan kepada manusia, kebudayaan, dan peradaban. Siklus inilah yang memungkinkan terbentuknya peradaban manusia.
Instalasi ini terinspirasi dari motif batik Grompol, yang melambangkan hubungan dan keintiman manusia dengan alam, serta kasih sayang yang diberikan alam semesta kepada semua bentuk kehidupan.
Mitologi di balik karya ini adalah sebagai berikut: Mahadewa sedang bertapa ketika para dewa meminta Kamajaya, dewa estetika dan cinta kasih, untuk membangunkan Mahadewa karena Khayangan diserang. Ketika dibangunkan, Mahadewa marah dan membakar Kamajaya. Tubuh Kamajaya meleleh dan matanya meletus. Kamajaya menyuruh istrinya, Kamaratih, agar tidak bersedih karena ia akan kembali. Kamaratih kemudian ikut menceburkan diri ke dalam api dan meninggal bersamanya.
Saat mereka meninggal, enam Jenderal yang mengabdi kepada Kamajaya (yang sebenarnya mewakili enam musim) bergandengan tangan mengelilingi jenazahnya. Di tengah kematian Kamajaya, ada kilat yang menyambar dan para Jenderal menangis. Mereka melindungi tubuh Kamajaya yang hampir hancur. Meski Kamajaya telah tiada, Kamaratih tetap muncul sebagai dewi keindahan.
Para dewa memperingatkan Mahadewa bahwa tanpa Kamajaya, dunia akan hancur dan peradaban manusia akan lenyap karena cinta dan keindahan akan hilang. Mahadewa kemudian menghidupkan Kamajaya kembali, namun tanpa tubuh. Sejak saat itu, Kamajaya terus melakukan regenerasi kehidupan dan memberikan cinta kasih serta keindahan kepada seluruh kehidupan. Ia dan Kamaratih tinggal dalam pohon teratai, dan bersama mereka, seluruh alam semesta kembali hidup saat musim semi tiba. Alam mulai tumbuh lagi, dan Kamajaya terus menyebarkan keindahan dan cinta kasih ke seluruh jagat raya.
Cerita ini terwujud dalam motif batik Grompol.
_________________________________
Duka
Duka
Terselimuti dengan
Duka
Begitu jauh jaraknya
Seperti langit tanpa bintang.
Di mana pergeseran ini
berakar?
Anak kecil ini
Hakikat kemurnian . . .
Sensibilitas yang dalam.
Saya memegang yang sangat berharga ini dalam pelukanku
Dari mana datangnya cinta ini?
Ke mana telah pergi kepekaan rasa ini di antara sesama manusia?
Bolehkah saya bertanya?
Kok tega mendengar terisak-isakan anak anak itu?
Berdiri di atas mayat yang hangus
Ibu dan Ayahnya sendiri
Yang tercinta
Hilang selamanya
Apa di masa nalar ini
dihapus
dari ingatan kolektif
Suatu ruang yang penuh
cinta dan kasih sayang?
Apa kepraktisan dan efisiensi,
Haus kekuasaan
Lenyapkan apa yang dulunya merupakan
Ruang rasa
akar kemanusiawian?
Grief
Grief
Overwhelming
Grief
How far it is . . .
Like a starless sky.
Where is this shift
Rooted?
This small child
The essence of purity,
of inner sensibility.
I hold this precious one
in my arms
Where does this love come from?
Where has this sensibility gone among humanity?
May I ask?
How can you bear to hear those screaming children
Standing over the charred corpses of their Mother and Father
The beloved ones
Gone forever?
Has the Age of Reason
Erased
From the collective memory
A place of
Loving compassion
Has expediency
Power hunger
Erased
What was once a sense of
Humanity?
Ndur undur undur bapakmu nyeblung sumur
GRIEF
Mohon, mangesthi, mangastuti, marem!
Kawula mung saderma, mobah-mosik kersaning hyang sukmo
Bapak paring pitedah bisa lewat bungah, bisa lewat susa
Ndur undur undur bapakmu nyeblung sumur
Ndur undur undur BAPAKMU ora kundur
SUWUUUUUNG
Ndur undur undur bapakmu nyeblung sumur
Mur umur umur, mongsone uwis gugur
SUWUUUUUNG
Ndur undur undur bapakmu ora kundur
Ndur undur undur ibune uwis umur
SUWUUUUUNG
Ndur undur undur bapakmu nyeblung sumur
Ndur undur undur bapakmu ora kundur
SUWUUUUUNG
Bapak angkasa mengaso, purna tugas
Benang-benang angkasa kusut mengentas
SUWUUUUUNG
SUWUUUUUNG
SUWUUUUUNG
Ndur undur undur bapakmu nyeblung sumur
Mur umur umur, mongsone uwis gugur
SUWUUUUUNG
Tulangku, darahku, rumahku, diapung-apung
Baktiku rahmatmu, pujiku, pangestumu digantung-gantun
SUWUUUUUNG
SUWUUUUUNG
SUWUUUUUNG
Ndur undur undur bapakmu nyeblung sumur
Ndur undur undur BAPAKMU ora kundur
SUWUUUUUNG
Sir pasir pasir ke mana bapak mampir
Sir pasir pasir bisikkan ke mana bapak plesir
SUWUUUUUUUUUUUUNG . . .
Bagaimana kita bisa kembali?
Sentuh bumi
Cium wangi bunganya
Nikmati keindahannya.
Kamu anakku.
aku pegang erat-erat
Aku resapi senyum murnimu
Anda anak kemanusiawian
Hitam, putih, merah, kuning
Anda masing-masing penting
Semoga kehadiran mu
Ketidak berkesalahan mu
Hati murni mu
akan mengingatkan kita semua
Tentang kerinduan pada
Sesuatu tempat yang disebut Rumah.
Eksistensi yang damai
Di antara seluruh umat manusia
Dan kelahiran kembali keseimbangan rasa dan pikir.
How do we reach back?
Touch the earth
Smell the flowers.
Take in the beauty of blossoming spring?
You my child.
I hold close
I take in your pure smile
You child of humanìty
White, red, yellow, black
Each of you matters
May your presence
Your innocence
Your pure heart
Remind us all
Of a longing for a place called home.
peaceful existence
Amongst all humanity
And the rebirth of
A balance of an inner sensibility and reason
Ndur undur undur bapakmu nyeblung sumur
Ndur undur undur BAPAKMU ora kundur
Kapti kerdat ing sukma
Kapti kerdat ing sukma
Kapti kerdat ing sukma
Karya Seni
Deskripsi Karya
MEMBACA BATIK CITRA GROMPOL
Karya ini menggambarkan dialog budaya yang terjalin melalui rasa keintiman dengan alam sekitar. Proses membatik dilakukan menggunakan bahan pewarna alami yang ditemukan di sekitar, seperti batang dan kulit pohon, kulit buah, daun, bunga, biji, dan kayu. Semua ini terjadi melalui siklus musim yang terus berputar, memberi kehidupan kepada manusia, kebudayaan, dan peradaban. Siklus inilah yang memungkinkan terbentuknya peradaban manusia.
Instalasi ini terinspirasi dari motif batik Grompol, yang melambangkan hubungan dan keintiman manusia dengan alam, serta kasih sayang yang diberikan alam semesta kepada semua bentuk kehidupan.
Mitologi di balik karya ini adalah sebagai berikut: Mahadewa sedang bertapa ketika para dewa meminta Kamajaya, dewa estetika dan cinta kasih, untuk membangunkan Mahadewa karena Khayangan diserang. Ketika dibangunkan, Mahadewa marah dan membakar Kamajaya. Tubuh Kamajaya meleleh dan matanya meletus. Kamajaya menyuruh istrinya, Kamaratih, agar tidak bersedih karena ia akan kembali. Kamaratih kemudian ikut menceburkan diri ke dalam api dan meninggal bersamanya.
Saat mereka meninggal, enam Jenderal yang mengabdi kepada Kamajaya (yang sebenarnya mewakili enam musim) bergandengan tangan mengelilingi jenazahnya. Di tengah kematian Kamajaya, ada kilat yang menyambar dan para Jenderal menangis. Mereka melindungi tubuh Kamajaya yang hampir hancur. Meski Kamajaya telah tiada, Kamaratih tetap muncul sebagai dewi keindahan.
Para dewa memperingatkan Mahadewa bahwa tanpa Kamajaya, dunia akan hancur dan peradaban manusia akan lenyap karena cinta dan keindahan akan hilang. Mahadewa kemudian menghidupkan Kamajaya kembali, namun tanpa tubuh. Sejak saat itu, Kamajaya terus melakukan regenerasi kehidupan dan memberikan cinta kasih serta keindahan kepada seluruh kehidupan. Ia dan Kamaratih tinggal dalam pohon teratai, dan bersama mereka, seluruh alam semesta kembali hidup saat musim semi tiba. Alam mulai tumbuh lagi, dan Kamajaya terus menyebarkan keindahan dan cinta kasih ke seluruh jagat raya.
Cerita ini terwujud dalam motif batik Grompol.