Tubuh yang Terberikan
Deskripsi Karya
Sering kali suatu karya dapat dibuka dari pengalaman masa kecil pembuatnya. Begini ceritanya,
“Bentar Nak, baju ini belum selesai terjahit semua, bagian lengan serta kerah juga belum terpasang, kancing-kancingnya juga. Sabar, nanti baju ini akan menjadi baju seragam sekolah yang rapi dan pas di tubuhmu.” Ibu ngatakan ini, sembari kakinya mengayun pedal mesin jahitnya. Terdengar suara yang khas ketika jarum mesin jahit ini berayun naik turun secara cepat, mematri benang-benang pada lembaran kain putih seragam itu.
Aku tak sabar. Sering ketika malam hari aku terbangun ingin liat seragam yang belum selesai itu, aku sentuh dan bayangkan bagaimana indahnya baju seragam ini bila dipakai di badan. Nempel di kulit. Di sisi pinggiran lengan bajunya akan terbentuk menjadi segaris tajam, demikian juga kerahnya yang keras berdiri melingkari leherku. Dan, tentu, teman-teman di sekolah akan ngolok-ngolok serta ngatakan bahwa lipatan lengan bajuku setajam silet. Bukan rahasia bahwa ini terbentuk karena sebelum disetrika, dibilas dengan cairan kanji.
“Benang yang digunakan merk Gajah, tipis dan kuat, ini akan merajut kencang persisi di bajumu”. Tambah ibuku, “Lalu, jahitan pinggir di bahumu juga tepat ukurannya, tak terlalu bawah ataupun atas. Karena itu baju ini akan membentuk dada menjadi terlihat tegap meski kau hanya kerempeng saja”.
Iya, baju ini akan terpakai dan melekat di kulit badanku, memberi kenyamanan lebih serta dapat menghangatkan tubuh dan perasaanku, oh ini tak hanya benda semata, tak hanya sekedar selembar kain tak berarti atau seonggok kain yang terurai mati di sudut ember atau hanya serpihan yang tergantung di jemuran, berayun nyuarakan kefanaan badan, bukan sekedar itu.
Inikah pertentangan itu, bila kain telah tersemat di badan selain menjadi satu juga dapat menyampaikan identitas pemakainya. Oke, seorang anak SD, putih dan biru tua, seragamnya. Identitas pada jam-jam sekolah.
Kembali terdengar suara mesin jahit hitam merk Singer itu berayun. Aku mengintip pelan, bagian mana yang dijahit sekarang? Ternyata pinggiran lengan, terlihat dilipat dulu sekeliling lalu dijahitnya. Nanti sisi ini seperti yang aku minta tingginya tak jauh dari siku agar bisa menutupi bagian lengan kecilku. Baju ini ternyata bukan sesuatu yang palsu. Di badan, ia benar benar menjadi bagian dari badanku, dan lewat ini aku pun bisa berkelit, sembunyikan kelemahan badanku serta lebih jauh dapat juga menjadi kesatuan dengan jiwa dan pikiranku.
Aku senang, kini giliran kancing-kancing yang akan disematkan, berurutan dari atas ke bawah. Ikatan benang di kancing aku minta menyilang dan bila selesai satu kancing terpasang, seperti biasanya Ibuku akan menggigit putus benangnya. Pada urutan kancing ketiga terlihat noktah darah, rupanya jari ibuku tertusuk jarum dan menyisakan tetesan kecil warna segar. Jangan dihapus tanda darah di dada baju ini, tanda cinta darimu telah terukir. Aku semakin sadar bahwa baju ini bukan sekedar kulit kedua asesori semata tetapi benar-benar menjadi suatu hal yang dapat melekat nyatu pada badanku. Bualan kosong tentang pembagian jiwa dan badan tak berlaku buatku.
Ibuku menaruh hatinya di kegiatan menjahit ini. Ia melakukan seakan yang di jahit adalah tubuhnya sendiri, diiring dengan nyanyian mesin jahit Singer-nya, Ia selalu bergumam: “Tubuhnya adalah tubuhku juga”. Ia telah menitik-nitik sebentuk anyaman doa di pori tubuhnya, sebentuk baju adalah wujud tubuhnya dan kini, telah terpatri nyatu di tubuhku. Dari ini wujud nyata bahwa Ia berikan tubuhnya padaku, Ibu.