Suling-suling
Deskripsi Karya
Melalui subak, para petani di satu wilayah tertentu di Bali mendapatkan bagian air mereka sesuai ketentuan yang telah ditetapkan lewat musyawarah warga/krama. Ketentuan tersebut dibuat dengan berlandaskan pada hakikat ajaran Tri Hita Karana. Dengan demikian, subak bukan sekadar sistem organisasi yang mengatur soal pengairan, melainkan juga soal-soal sosial dan spiritual masyarakat perdesaan.
Dalam Karya Suling-Suling, I Gede Sukarya terinspirasi oleh subak yang diterapkan di Desa Bulian, Kabupaten Buleleng, Bali. Wilayah perdesaan ini tidak memiliki sumber airnya sendiri sehingga sistem subak mengatur masyarakat setempat untuk bergotong royong mengalirkan air, menggunakan pipa yang melintasi dataran berbukit yang terentang sejauh 10 km, dari Kintamani ke Bulian. Aliran air tersebut disalurkan ke bak-bak penampungan air desa untuk kemudian diteruskan ke bak-bak penampungan warga dengan pipa-pipa yang lebih kecil.
Pipa-pipa kecil itulah yang Sukarya pinjam bentuknya dalam karya ini. Dengan kulit sapi, medium yang ia pakai di sepanjang karier kesenimanannya, Sukarya menyusun instalasi Suling- Suling yang tidak hanya merekonstruksi sistem pengairan di Bulian, melainkan juga membayangkan masa depan subak di tengah gencarnya industri pariwisata di Bali.