Biografi Singkat

Biografi Singkat

white BG

Mia Diwasasri

b. 1975
Bandung, Jawa Barat

Mia Diwasasri menggabungkan melukis dan mekeramik. Dalam artian, ia melukis di atas keramik. Sebagai perupa yang tiada henti menjelajahi media, Mia kemudian menemukan lempeng-lempeng keramik sebagai pengganti kanvas. Ia menyusun lempengan-lempengan keramik hingga mendekati bentuk kanvas, lantas menggambari lempengan demi lempengan sehingga objek lukisannya terupakan secara sempurna. Karya-karyanya menyimpan kelenturan gagasan, cara kerja yang bersilangan dan kandungan narasi melalui yang dilukis atau gambarkan pada keramik. Secara bersamaan ia telah menawarkan perluasan praktik dan pengertian keramik sebagai salah satu media dalam seni rupa kontemporer.

Mia Diwasasri dilahirkan di Bandung, Jawa Barat, pada 5 Mei 1975, dan menamatkan pendidikan seni rupa di Jurusan Seni Keramik, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung, pada 1999. Sempat bekerja di Bandung, sejak beberapa tahun terakhir bermukim dan bekerja di Bali. Di studionya ia tidak saja mengerjakan proyek seni garapan pribadinya, tetapi juga mengerjakan sejumlah karya pesanan.

Mia telah mengikuti sejumlah pameran bersama sejak pertengahan 1990-an. Yang terbaru, antara lain, adalah Neo Pitamaha: Tradition in Translation, Titik Dua, Bali, 2022; Post Identity: Bali Contemporary Art Now, Art Moment, Jakarta, 2022; Unfolding Current Ripple di Puri Art Gallery dan Titik Dua, Bali, 2021; Oktober Jingga di CushCush Gallery, Bali, 2018; dan Mythologies di Institut Français-Indonesia Gallery, Bandung, 2017.

 

Karya Seni

“Apa yang di atas

 juga yang di bawah”

Dalam keheningan di antara napas, mereka menjadi satu.

Bintang-bintang di langit berbisik kepada bumi,

Dan gunung-gunung tunduk pada nyanyian lembah,

Masing-masing memantulkan yang lain, seperti cermin kembar,

Tak berujung dalam tatapan diamnya.

Apa yang lebih tinggi daripada langit?

Bukan gunung yang mengulurkan tangannya,

Bukan burung yang menembus awan.

Kesadaran lah yang terbang tak terlihat,

Tak berbatas, tak terikat oleh tinggi atau rendah,

Cahaya yang melampaui semua bentuk,

Namun membentuk dunia dalam pelukannya.

Yang di atas dan yang di bawah larut dalam cahaya kesadaran,

Di mana sungai mengalir untuk bertemu sumbernya,

Dan angin membawa rahasia ke tak terhingga.

Di kedalaman hati terpantul gema langit,

Luas yang tak terukur oleh bintang atau matahari,

Cerminan dari tarian abadi—

Ritme dari segala yang ada dan segala yang akan terjadi.

Jangan mencari kebenaran tertinggi di langit,

Tapi di dalam, di mana langit dan bumi bersatu,

Di mana yang abadi beristirahat,

Menunggu untuk dikenal.

 

“What is above

 is also below”

In the silence between breaths, they become one.

For the stars in the heavens whisper to the earth,

And the mountains bow to the valleys’ song,

Each reflecting the other, like twin mirrors,

Endless in their silent gaze.

What is higher than the sky?

Not the mountains that stretch their arms,

Nor the birds that pierce the clouds.

It is Consciousness that soars unseen,

Boundless, untethered by height or depth,

A light that transcends all form,

Yet shapes the world in its embrace.

Above and below dissolve in the light of awareness,

Where rivers flow to meet their source,

And the winds carry secrets to the infinite.

In the depths of the heart lies the sky’s echo,

A vastness unmeasured by stars or sun,

A reflection of the eternal dance—

The rhythm of all that is and all that will be.

Look not to the heavens for the higher truth,

But within, where heaven and earth unite,

Where the eternal rests,

Waiting to be known.

Mia Diwasasri
2024
200 x 420 cm
Porcelain, enamel overglaze, plat logam
Keramik
Scroll to Top