Biografi Singkat

Biografi Singkat

ig_sukarya_artsubs_contemporay_art_balinese_indonesia

I.G. Sukarya

b. 1995
Buleleng, Bali

“Suling-Suling” karya I Gede “Bedol” Sukarya dalam ARTSUBS 2024 adalah instalasi pipa-pipa kecil yang diciptakan dari kulit sapi. Ia meminjam bentuk subak, sistem pengairan yang diterapkan di Desa Bulian, Kabupaten Buleleng, Bali. Melalui karya ini ia hendak merekonstruksi sistem pengairan sekaligus membayangkan masa depan subak di tengah gencarnya industri pariwisata di Bali.

Seniman kelahiran Bulian, Buleleng, 1995 ini menempuh pendidikan seni murni di Institut Seni Indonesia Denpasar. Selama berkuliah, ia mulai mengeksplorasi medium seni rupa yang menarik perhatiannya dan terinspirasi berdasarkan adat dan budaya di Bali. Sebagaimana karyanya dalam ARTSUBS 2024, ia menawarkan kulit sapi yang dulu diperuntukkan sebagai “seni pesanan” menjadi “seni tinggi”.

I Gede Sukarya telah berpameran sejak 2021. Pameran tunggalnya adalah Skin and Shadow di Studio Gelombang Batuan, Bali, 2022. Sementara pameran bersama yang pernah ia ikuti, antara lain, adalah Oikumene di Indieart House, Yogyakarta, pada 2022; Makunyit di Alas di Bale Banjar Sangkring, Yogyakarta, 2023; dan dalam Art Jakarta Garden di Hutan Kota Plataran, Jakarta, 2024.

Karya Seni

Melalui subak, para petani di satu wilayah tertentu di Bali mendapatkan bagian air mereka sesuai ketentuan yang telah ditetapkan lewat musyawarah warga/krama. Ketentuan tersebut dibuat dengan berlandaskan pada hakikat ajaran Tri Hita Karana. Dengan demikian, subak bukan sekadar sistem organisasi yang mengatur soal pengairan, melainkan juga soal-soal sosial dan spiritual masyarakat perdesaan.

Dalam Karya Suling-Suling, I Gede Sukarya terinspirasi oleh subak yang diterapkan di Desa Bulian, Kabupaten Buleleng, Bali. Wilayah perdesaan ini tidak memiliki sumber airnya sendiri sehingga sistem subak mengatur masyarakat setempat untuk bergotong royong mengalirkan air, menggunakan pipa yang melintasi dataran berbukit yang terentang sejauh 10 km, dari Kintamani ke Bulian. Aliran air tersebut disalurkan ke bak-bak penampungan air desa untuk kemudian diteruskan ke bak-bak penampungan warga dengan pipa-pipa yang lebih kecil.

Pipa-pipa kecil itulah yang Sukarya pinjam bentuknya dalam karya ini. Dengan kulit sapi, medium yang ia pakai di sepanjang karier kesenimanannya, Sukarya menyusun instalasi Suling- Suling yang tidak hanya merekonstruksi sistem pengairan di Bulian, melainkan juga membayangkan masa depan subak di tengah gencarnya industri pariwisata di Bali.

I Gede Sukarya
2024
Dimensi beragam
Kulit sapi dan lampu LED
Instalasi

Sebagai seorang anak muda yang hidup di lingkungan tradisi sukarya mengalami proses kertarikan terhadap yang namanya tari barong yang ia ketahui saat merantau ke gianyar, tari yang senantiasa masih lestari hingga kini di bali memunculkan imajinasi sukarya untuk menangkap wujud rupa barong yang sukarya kaitkan dengan alam lingkungan yang masih asri oleh pepohonan, daun daun rimbun yang menampakan ragam hias sukarya bayangkan sekartaji (hiasan samping kepala barong). Barong memiliki bulu yang lebat laksana sapu jagat yang membersihkan alam dari sifat-sifat negative dan di dalam karya ini dedaunan sebagai simbol penyaring alam dari gas-gas karbon dioksida. Dalam karya barong ini juga terdapad anyaman yang mengingatkan sukarya terhadap memori masa kecil di sekolah membuat anyaman dari bambu untuk membuat sebuah kipas tangan, dan ini menjadi symbol masa lalu sukarya, sedangkan barong sebagai masa kini sukarya ini karena di desanya sukarya tidak terdapat sesosok barong secara nyata jadi sukarya tahu barong hanya lewat televisi dan juga koran, dan memori memori itu membentuk kekaryaan sukarya saat ini.

I Gede Sukarya
2024
120 x 160 cm
Kulit sapi dan akrilik
Objek

Sebagai seorang anak muda yang hidup di lingkungan tradisi sukarya mengalami proses kertarikan terhadap yang namanya tari barong yang ia ketahui saat merantau ke gianyar, tari yang senantiasa masih lestari hingga kini di bali memunculkan imajinasi sukarya untuk menangkap wujud rupa barong yang sukarya kaitkan dengan alam lingkungan yang masih asri oleh pepohonan, daun daun rimbun yang menampakan ragam hias sukarya bayangkan sekartaji (hiasan samping kepala barong). Barong memiliki bulu yang lebat laksana sapu jagat yang membersihkan alam dari sifat-sifat negative dan di dalam karya ini dedaunan sebagai simbol penyaring alam dari gas-gas karbon dioksida. Dalam karya barong ini juga terdapad anyaman yang mengingatkan sukarya terhadap memori masa kecil di sekolah membuat anyaman dari bambu untuk membuat sebuah kipas tangan, dan ini menjadi symbol masa lalu sukarya, sedangkan barong sebagai masa kini sukarya ini karena di desanya sukarya tidak terdapat sesosok barong secara nyata jadi sukarya tahu barong hanya lewat televisi dan juga koran, dan memori memori itu membentuk kekaryaan sukarya saat ini.

I Gede Sukarya
2024
225 x 200 cm
Kulit sapi dan akrilik
Objek
Scroll to Top