Biografi Singkat
Biografi Singkat

Budi Ubrux
Lukisan-lukisan Budi Ubrux identik dengan sosok-sosok yang sekujur tubuh mereka dibebat koran bekas. Ketelitiannya dalam melukiskan detail objek-objek tersebut membuat lukisan-lukisannya itu menampilkan ilusi rupa trimatra yang kuat. Kehadiran objek-objek semacam “mumi koran” itu bersifat massif, atau di kali lain mereka hadir sebagai makhluk yang salah tempat. Misalnya, berpose di antara bunga teratai. Kehadiran “mumi koran” di mana-mana itu memancing aneka tafsiran. Ia seakan-akan melukiskan manusia yang tengah sekarat oleh gempuran informasi.
Budi Ubrux dilahirkan di Yogyakarta pada 1968 dan menamatkan pendidikan seni rupa di Jurusan Seni Lukis Sekolah Menengah Seni Rupa, Yogyakarta, pada 1984. Untuk memperluas kemahirannya dalam urusan lukis-melukis, sepanjang 1988-1994 ia bergabung dengan Sanggar Seniman Merdeka, Yogyakarta.
Pameran tunggal Budi Ubrux yang pertama adalah Ilusi Koran di Semarang Gallery, 2002, menandai komitmen Budi untuk menjelajahi lukisan-lukisan bercorak koran. Setelah itu, tidak kurang dari Sembilan pameran tunggal yang sudah digelar Budi Ubrux. Di antaranya, adalah, Ratu Adil di Bentara Budaya Jakarta dan Yogyakarta, 2024; Reflection–Reflektion di The Sulam Kulon Series of Budi Ubrux, dan Morosani Posthotel, Davos Platz, Swiss, 2018; dan Indonesia di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, 2017.
Meski baru berpameran tunggal pada 2002, sejak 1987 Budi Ubrux sudah ikut serta dalam pameran bersama. Di antaranya adalah Jogjakarta Art Festival IX, 1997; Philip Morris Indonesia Art Awards, di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, 2000; hingga Rukun Agawe Santoso di Semarang Gallery, 2000.
Karya Seni
Deskripsi Karya
Dalam dongeng Jawa, Nabi Sulaiman dikenal sebagai nabi yang bisa bicara dengan semua binatang. Tidak hanya itu, Nabi Sulaiman juga dihormati dan ditakuti oleh binatang-binatang apa pun. Tak ada binatang yang tidak patuh padanya. Maka diceritakan, binatang-binatang taat dan menurut pada kancil yang terkenal cerdik dan licik itu, padahal kancil sedang menipu mereka. Itu terjadi karena kancil mengatasnamakan Nabi Sulaiman. Demi Nabi Sulaiman, binatang-binatang itu percaya, dan tidak sadar mereka sedang diakali.
Saya mengangkat dongeng binatang dan Nabi Sulaiman ini sebagai inspirasi bagi karya instalasi saya kali ini. Saya membayangkan, binatang-binatang itu liar, serakah dan semaunya sendiri. Semuanya bertengkar satu sama lain. Baru karena kedatangan Nabi Sulaiman, binatang-binatang itu jadi jinak dan menurut. Dan dunia binatang menjadi damai kembali karena Nabi Sulaiman.
Beberapa saat lalu, saya berkesempatan menggarap karya lukisan dan drawing untuk disertakan dalam buku karangan Sindhunata, “Ratu Adil, Ramalan Jayabaya dan Sejarah Perlawanan Wong Cilik (Jakarta, 2024). Karya lukisan dan drwaing itu juga dipamerkan sebagai pameran tunggal saya di Bentara Budaya, di Jakarta dan Yogyakarta.
Sekarang saya membuat karya instalasi, dan memberinya judul “Menanti Ratu Adil”. Dengan karya ini, saya berusaha untuk membuat dunia binatang sebagai alegori bagi dunia manusia. Dunia binatang yang liar itu adalah dunia manusia yang sedang kacau, karena ulah manusia yang tak berperikemanusiaan. Perilaku manusia seperti perilaku binatang sebelum kedatangan Nabi Sulaiman. Maka sebagaimana dunia binatang merindukan kedatangan Nabi Sulaiman, demikian pula dunia manusia mengharapkan kedatangan Ratu Adil. Itulah kiranya alasan, mengapa saya menjuduli karya instalasi dunia binatang dan Nabi Sulaiman ini dengan judul “Menanti Ratu Adil”.